Senin, 29 April 2013

BAB 6 & 7 HUKUM DAGANG



1. Hubungan Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH dagang merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas “lex specialis derogat legi genelari”, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.
2. Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menajdi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas, sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut:
·         Terang-terangan.
·         Teratur.
·         Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi.
Suatu perusahaan yang dijalankan dapat berbentuk sebagai berikut:
·         Ia seorang diri saja.
·         Ia sendiri dan dibantu oleh para pembantu.
·         Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
            Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
          

  Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi:
1.       Pembantu di dalam perusahaan.
Bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan.
2.       Pembantu di luar perusahaan.
bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar, sehingga berlaku suatu perjanjan pemberian kuasa yang akan memperoleh upah.
4. Pengusaha dan Kewajibannya
            Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban pengusaha:
a.       Membuat pembukuan.
Mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan agar dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
b.      Mendaftarkan perusahaannya.
Setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya.
1.      Bentuk-Bentuk Badan Usaha
1. Dilihat dari jumlah pemiliknya.
·         Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang pengusaha.
·         Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan.
2. Dilihat dari status hukumnya.
·         Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya.
·         Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut.
Sementara itu, di dalam masyarakat dikenal juga dua macam perusahaan:
1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta atau tidak ada campur tangan pemerintah.
2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara.
6. Perseroan Terbatas
    Perseroan terbatas merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai tujuan tertentu
            Dasar hukum perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT.
7.Penyatuan Perusahaan
            Dalam membentuk suatu perusahaaan dapat dilakukan berbagai cara:
1. Penggabungan (merger), yaitu penggabungan dua atau lebih perusahaan ke dalam satu perusahaan.
2. Peleburan (konsolidasi), yaitu peleburan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru.
3. Pengambilalihan (akuisisi), yaitu pembelian seluruh atau sebagian saham dalam satu atau
8. Pembubaran dan Likuidasi Perseroan Terbatas
Pembubaran dan likuidasi perseroan terbatas berpedoman pada Pasal 114 UUPT, dapat terjadi karena:
a. Keputusan RUPS.
b. Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
c. Penetapan pengadilan.
Dengan demikian, jika perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
           

Kewajiban likuidator dari perseroan terbatas adalah sebagai berikut:
1. Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud memuat:
·         Nama dan alamat kantor.
·         Tata cara pengajuan tagihan.
·         Jangka waktu pengajuan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima.
3. Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan yang belaku ditolak, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal penolakan.
4. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan ahsik akhir proses likuidasi sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 hari berkewajiban melakukan hal-hal berikut:
·         Mendaftarkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.
·         Mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
·         Mengumumkan dalam dua surat kabar harian.
9. Koperasi
            Koperasi adalah perserikatan yang memenuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan sehari-hari para anggotanya dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung). Pembentukan koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 butir 1 koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan orang-seorang atau daban hukum koperasi yang melandaskan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
            Jadi, koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan para anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
10. Yayasan
            Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yayasan merupakan suatu badan hukum dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan tersyaratan tertentu, yakni:
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan.
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan.
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
4. Yayasan tidak mempunyai anggota.
Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah:
·         Pembina, yaitu organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang kekuasaan tertinggi.
·         Pengurus, yaitu organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Seorang pengurus harus mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina.
·         Pengawas, yaitu organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
11. Badan Usaha Milik Negara
            Badan usaha milik negara adalah persekutuan yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki negara. Perusahaan negara adalah daban hukum dengan kekayaan dan modalnya merupakan kekayaan sendiri dan tidak terbagi dalam saha-saham. Jadi, badan usaha milik negara dapat berupa:
1 .Perusahaan jawatan (perjan), yaitu BUMN yang seluruh modalnya termasuk dalam anggaran belanja negara yang menjadi hak dari departemen yang bersangkutan.
2. Perusahaan umum (perum), yaitu BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
3. Perusahaan perseroan (persero), yaitu BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam sahan yang seluruh atau sebagian paling sedikit 51% sahamnya dimiliki negara dan bertujuan mengejar keuntungan.
Sumber :
http://accountinghanni.blogspot.com/2013/04/bab-6-7-hukum-dagang.html

BAB 5 HUKUM PERJANJIAN



1.       PENGERTIAN PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.
2.       STANDAR KONTRAK
1.       Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.       Menurut Remi Syahdeini,
Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.

3.       Suatu kontrak harus berisi:
·         Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
·         Subjek dan jangka waktu kontrak
·         Lingkup kontrak
·         Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
·         Kewajiban dan tanggung jawab
·         Pembatalan kontrak
3.       MACAM – MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut;
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban. Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
Perjanjian konsensuil, formal dan, riil. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran. Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
4.       SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
Sepakat untuk mengikatkan diri. Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
Suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
Sebab yang halal. Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
5.       SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
·         kesempatan penarikan kembali penawaran
·         penentuan resiko
·         saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
·         menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie).
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
1.    Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
2.    Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
3.    Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
6.       PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
1.       Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
2.       Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
·         Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·         Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·         Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·         Terkait resolusi atau perintah pengadilan
·         Terlibat hokum
·         Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Sumber :
http://accountinghanni.blogspot.com/2013/04/bab-5-hukum-perjanjian.html

BAB 4 HUKUM PERIKATAN



1.     Pengertian
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. Perikatan disebut juga verbintenissenrecht.
Menurut beberapa ahli hukum :
·         Verbintenissenrecht menurut Wirjono Prodjodikoro adalah hukum perjanjian, bukan hokum perikatan.
·         R. Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Di dalam buku III KUH Perdata memuat tentang persetujuan atau perjanjian, perbuatan yang melanggar hukum dan pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Hubungan hukum yang terjadi akibat perjanjian adalah perikatan. Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan.
2 .Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
·         Perikatan yang timbul dari persetujuan.
·         Perikatan yang timbul dari undang-undang.
·         Perikatan terjadi karena undang-undang semata.
·         Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hokum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan dan yang bertentangan dengan hokum.
·         Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hokum dan perwakilan sukarela.
3  Asas Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
4. Wansprestasi
Wansprestasi timbul akibat adanya salah satu pihak yang tidak melakukan sesuai apa yang dijanjikan misalnya lalai atau ingkar janji.
Bentuk wansprestasi ada 4 kategori yaitu:
·         Tidak melakukan apa yanag disanggupinya akan dilakukannya
·         Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
·         Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
·         Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Ø  Asas Kebebasan berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkn bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri.
Ø  Asas Konsensualisme
            Bahwa Perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Asas konsensualisme sering disimpulkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu kata sepakat antara ppara pihak yang mengaitkan diri, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
            Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
·         Bagian Inti. Adalah bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian.
·         Bagian bukan inti. Terdiri dari sifat yang dibawa dalam perjanjian dan sifat yang melekat secara tegas oleh para pihak.

5. Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi dapat digolongkan mejadi tiga kategori.
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur.
b. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
c. Peraliah resiko
Ø  Jenis-jenis resiko
1. Risiko dalam perjanjian sepihak
Risiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam pasal 1237 KUH Perdata yakni ditanggung kreditur.
2.  Risiko dalam perjanjian timbale balik
Risiko dalam perjanjian timbale balik terbagi menjadi tiga yaitu risiko dalam jual beli, risiko tukar menukar dan risiko dalam sewa menyewa.


Ø  Membayar Biaya Perkara
Yang dimaksud dengan membayar biaya perkara adalah para pihak yang dikalahkan dalam berperkara diwajibkan untuk membayar biaya perkara, jika dalam berperkara sampai diajukan ke pengadilan.
Sementara itu seorang debitor yang dituduh lalai, ia dapat membela diri dengan mengajukan beberapa alas an untuk membebaskan dirinya dari hukuman. Dalam hal ini terdapat tiga kategori yakni mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa, mengajukan bahwa si berpiutang sendiri telah lalai, dan pelepasan hak.
6. Hapusnya Perikatan
Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan :
a. Pembayaran meruapakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal / pembatalan
i.  Berlakunya suatu syarat batal
j.  Lewat waktu
7. Memorandum of Understanding (MoU)
MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikui dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail.
Asas kebebasan berkontrak adalah bsuatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuk perjanjian, tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu hokum sebagai berikut :
a. Harus memenuhi syarat sebagai kontrak
b. Tidak dilarang oleh undang-undang
c. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
d. Harus dilaksanakan dengan itikad baik
Kedudukan yuridis suatu MoU terdapat perbedaan
a. Pendapat yang mengatakan bahwa MoU hanya merupakan pengikat.
b. Pendapat yang mengatakan bahwa sekali perjanjian dibuat hanya diatur pokok-pokoknya saja.
Ø  Ciri-ciri Memorandum of Understanding
a. isinya ringkas, seringkali hanya satu halaman
b. berisikan hal-hal pokok saja
c. hanya bersifat pendahuluan saja
d. mempunyai jangka waktu berlakunya apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci maka perjanjian tersebut akan batal.
e. dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan
f. tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk melakukan suatu perjanjian yang lebih detail.
Ø  Alasan-alasan
a. karena prospek bisnisnya belum jelas sehingga belum bisa dipastikan
b.karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang a lot.
c. karena tiap-tiap pihak dalam perjanjian masih ragu dan perlu waktu dalam menandatangani suatu kontrak.
d. MoU dibuat dan ditandatangani oleh para eksekutif dari suatu perusahaan maka perlu suatu perjanjian yang lebih rinci yang dirancang dan dinegosiasi khusus oleh staf-staf yang berkaitan.
Ø  Tujuan Memorandum of Understanding
Tujuan MoU adalah supaya memberikankesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerjasama.

Sumber:http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf