Jumat, 28 November 2014

ANALISA KECURANGAN DALAM PROFESI AKUNTANSI SERTA OPININYA


ANALISA KECURANGAN DALAM PROFESI AKUNTANSI SERTA OPININYA
Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan auditor intern diharapkan dapat memberikan kontribusinya pada perbaikan pengelolaan risiko entitas, namun perlu pula dipahami bahwa tidak semua entitas memiliki struktur pengelolaan risiko, bila demikian, bagaimana peran auditor intern terhadap proses pengelolaan risiko?
Pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab manajemen. Untuk mencapai tujuan entitas, manajemen harus meyakini bahwa proses pengelolaan risikonya telah berjalan dan berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, auditor intern membantu manajemen melalui audit, review, evaluasi, pelaporan dan rekomendasi kecukupan dan efektivitas proses pengelolan risiko. Manajemen bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko perusahaan dan pengendaliannya. Sementara itu, auditor intern berperan sebagai konsultan yang membantu mengidentifikasi, mengevaluasi, menerapkan metodologi pengelolaan risiko, dan memberikan masukan untuk perbaikan sistem pengendalian risiko.
Apabila dalam suatu perusahaan belum memiliki struktur pengelolaan risiko, auditor intern memberikan pemahaman kepada manajemen mengenai perlunya pengelolaan risiko. Jika dikehendaki, audit intern dapat proaktif memberikan bantuan kepada manajemen dalam pembentukan struktur pengelolaan risiko. Namun perlu perlu pula difahami bahwa peran proaktif tersebut berbeda dengan peran sebagai pemilik risiko (ownership of risks).
Dengan kata lain, auditor intern dapat memfasilitasi proses pengelolaan risiko, namun tidak memiliki atau bertanggung jawab untuk mengidentifikasikan, mengambil tindakan untuk meredakan risiko dan memonitor risiko-risiko tersebut. Dalam penaksiran risiko (risk assessment) terdapat tiga konsep penting yaitu tujuan (goal), risiko (risk), dan pengendalian (control). Tujuan merupakan outcome yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu proses atau kegiatan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian/tindakan yang dapat menggagalkan atau berpengaruh negative terhadap kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuan entitasnya, sedangkan pengendalian merupakan elemen–elemen perusahaan yang mendukung manajemen dan karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Auditor intern mempunyai peran dalam membantu memastikan bahwa manajemen telah melakukan pengelolaan risiko perusahaan secara memuaskan. Sehubungan dengan peran tersebut, auditor intern melakukan identifikasi dan evaluasi risiko signifikan yang dihadapi perusahaan. Untuk keperluan ini auditor intern perlu melakukan penaksiran risiko (risk assessment) terhadap kecukupan proses pengelolaan risiko yang dilakukan oleh manajemen.
Resiko dan Peranan Auditor Intern
Risiko secara umum diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan dengan hambatan dalam pencapaian tujuan. Pengertian risiko berkaitan dengan ”adanya tujuan”, sehingga apabila tidak ada tujuan yang ditetapkan maka tidak ada risiko yang harus dihadapi.
Jadi, jika tujuan auditor intern adalah untuk mendukung pencapaiantujuan yang ditetapkan instansi, maka auditor intern dalam penugasan auditnya juga harus memperhatikan seluruh risiko yang mungkin dihadapi oleh perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya. Dengan mengenali risiko inilah auditor intern akan mampu memberikan masukan kepada auditi sehingga auditi dapat meminimalisasi dampak risiko.
Manajemen harus mengelola kegiatan perusahaan sedemikian rupa untuk menjamin bahwa tujuan perusahaan akan tercapai. Pengelolaan risiko ini dilakukan dengan membangun pengendalian intern. Dengan kata lain pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mengelola risiko. Oleh karena itu, auditor dalam setiap penugasan audit harus mempertimbangkan terhadap risiko-risiko yang ada.
Berkaitan dengan risiko-resiko yang mungkin terdapat dalam perusahaan,  maka tugas auditor intern diantaranya,
1. mengidentifikasi risiko-risiko yang akan dihadapi,
2. mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut,
3. mencari jalan untuk menghadapi dan menanggulangi risiko,
4. menyusun strategi untuk memperkecil maupun mengendalikan risiko yang meliputi langkah-langkah pengoordinasian pelaksanaan penanggulangan risiko,
5. serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuatnya.
Sehingga, dapat dikatakan jika auditor memiliki setidaknya 3 peranan dalam kecurangan, antara lain:
a. Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention),
b. Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan
c. Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation).
Di samping itu, dalam melakukan audit, auditor akan berhadapan pula dengan kemungkinan disajikannya laporan keuangan atau pertanggungjawaban manajemen yang dengan sengaja disusun tidak benar, untuk kepentingan pribadi berbagai anggota manajemen ataupun pimpinan atau pihak-pihak berkepentingan dalam suatu unit perusahaan. Dengan berbagai motif yang melatarbelakanginya, misalnya untuk menutupi penggelapan besar-besaran terhadap aset/kekayaan perusahaan.
Apa itu (Resiko) Kecurangan?
Untuk lebih berhasilnya peran auditor dalam pencegahan dan pendeteksian adanya kecurangan, sebaiknya internal auditor perlu memahami kecurangan dan jenis-jenis kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan. G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/theact., (2) Penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif.
Selanjutnya setelah perbuatan pencurian dan penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan konversi dengan cara memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut. Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja.  Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations (ACFE- 2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

c. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (bussiness risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk). Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud), penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption).
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Setelah memahami jenis-jenis kecurangan, internal auditor perlu memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut COSO, struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu: Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penaksiran Risiko (Risk Assessment),  Standar Pengedalian (ControlActivities),  Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication), serta Pemantauan (Monitoring).
 Sumber: http://jalanrancagoong.blogspot.com/2013/03/kecurangan-fraud-dan-kecuranga-laporan.html

Selasa, 14 Oktober 2014

ETIKA, NORMA, DAN HUKJUM SECARA UMUM DAN JUGA BERKAITAN DENGAN AKUNTANSI



ETIKA, NORMA, DAN HUKJUM SECARA UMUM DAN JUGA BERKAITAN DENGAN AKUNTANSI

PENGERTIAN PROFESI
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.  Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan.

PROFESIONALISME
Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri-ciri profesionalisme:
1.   Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi
2.   Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam  mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan
3.   Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4.   Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya


CIRI KHAS PROFESI
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1.   Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2.   Suatu teknik intelektual
3.   Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4.   Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5.   Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6.   Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7.   Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8.   Pengakuan sebagai profesi
9.   Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10.  hubungan yang erat dengan profesi lain

Aturan Etika Profesi Akuntansi IAI
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
 Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
 Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.



TUJUAN KODE ETIKA PROFESI
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
1.   Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.   Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.   Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.   Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.   Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.   Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya

ETIKA PROFESI
Etika Profesi: etika moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang bersangkutan, karena setiap profesi mempunyai identitas, sifat/ciri dan standar Profesi tersendiri, sesuai dengan kebutuhan Profesi masing-masing
Kata etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan  pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama Etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

KODE  ETIK  AKUNTAN  INDONESIA
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Para akuntan di Indonesia sudah sejak lama memiliki kode etik bagi paraanggotanya. Ketentuan terakhir yang disetujui pada Kongres ke VII IAI diBandung tanggal 20 September 1994 berisi butir-butir ketentuan yang berasaldari ketentuan Kode Etik sebelumnya yaitu yang disusun pada Kongres ke VI IAIdengan beberapa perubahan. Kode etik terakhir ini terdiri dari 2 bagian besaryaitu bagian utama yang memuat Bab-Bab mengenai Aturan Perilaku,Pelaksanaannya, Supplemen, Penyempurnaan, Penutup dan Pengesahan, sertabagian lainnya yang pada hakekatnya memuat rincian dari bagian utama tadidengan nama Pernyataan Etika Profesi.Rumusan yang telah disusun pada Kongres VII IAI terdiri dari PernyataanEtika Profesi 1 s/d 6.
Substansi kode etik Indonesia mencakup berbagai aturan yang berkaitandengan perilaku yang diharapkan dari para akuntan. Secara garis besar aturantersebut meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:


- Kepribadian
- Kecakapan profesional
- Tanggung jawab
- Ketentuan Khusus
Mengenai Pernyataan Etika Profesi, yang sudah disusun adalah :
- Integritas, obyektivitas dan independensi
- Kecakapan profesional
- Pengungkapan informasi rahasia klien
- Iklan bagi Kantor Akuntan Publik
- Perpindahan staf/partner dari satu kantor akuntan ke kantor akuntan lain
Perlu kiranya dikemukakan bahwa kode etik akuntan untuk bagian yangterbesar berlaku baik bagi akuntan publik maupun akuntan yang bekerja dibidang-bidang lain selama yang bersangkutan adalah anggota Ikatan AkuntanIndonesia.


NORMA PEMERIKSAAN AKUNTANSI
norma pemeriksaan akuntan (NPA). NPA yang diterima oleh umum dalam kaitannya  dengan pemeriksaan akuntan terdiri atas tiga buah norma, yakni norma umum, norma  pelaksanaan pemeriksaan, dan norma pelaporan.
1. Norma umum l
Norma umum terdiri dari 3 norma:
a.   Pemeriksaan harus dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang telah memiliki ketrampilan teknis yang cukup sena berkeahlian sebagai auditor.
b.   Dalam segala suasana yang berkaitan dengan pemeriksaan, sikap mental yang independen hams senantiasa dipenahankan oleh auditor.
c.    Auditor hams menggunakan kesungguhan dan ketrampilan profesionalnya dalam pelaksanaan pemeriksaan dan penyiapan laporan akuntan.

2. Norma pelaksanaan pemeriksaan
a.   Pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan asisten auditor, jika ada, hams memperoleh pengawasan yang memadai.
b.   Pengetahuan yang cukup mengenai struktur pengendalian intern klien harus  didapatkan untuk dipergunakan dalam perencanaan dan penentuan sifat, waktu, dan luas pengujian.
c.    Bukti yang kompeten dan cukup untuk mendukung pendapat didapatkan dengan cara inspeksi, observasi, wawancara dan konñrmasi untuk digunakan sebagai dasat  pemyataan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa.

3. Norma pelaporan
Norma pelaporan terdiri atas 4 norma:
a.   Laporan akuntan harus mengandung pemyataan apakah laporan keuangan disajikan  menurut prinsip akuntansi yang lazim.
b.   Laporan akuntan hams men gidentiñkasikan konsistensi penerapan prinsip akuntansi  yang lazim pada periode berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
c.    Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan dianggap cukup kecuali dinyatakan lain dalam laporan akuntan.
d.   Laporan akuntan hams menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau suatu penegasan bahwa pendapat tidak dapat diberikan.
Jika pendapat tidak diberikan, maka alasan-alasannya hams dinyatakan. Jika nama  auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, maka laporan akuntan harus mengandung petunjuk mengenai batas- batas tanggungjawab yang dimiliki auditor tersebut.


Adanya norma-norma tersebut ditujukan untuk menjamin suatu kínerja auditor pada penugasan pemeriksaannya. Contoh pertama adalah adanya persyaratan mengenai kecakapan teknis sebagai auditor. Maksud persyaratan ini adalah bahwa auditor harus memiliki latar  belakang pendidíkan akuntansi pada perguruan tinggi, memilikí pengalaman di bidang auditing, pengetahuan mengenai industri dimana klien beroperasi, mengikuti program  pendidíkan berkesinambungan dan lain sebagainya.

Konsep independensí mungkin merupakan konsep yang paling penting di bidang pemeriksaan keuangan. Seorang auditor tidak hanya dituntut untuk bersikap independen (be independent), namun juga harus berpenampilan independen (appear to be independent).  Acap kali akuntan publik memberikan jasa penyusunan laporan keuangan klien, atau yang lebih dikenal dengan istilah kompilasi. Pada bentuk penugasan ini, akuntan publik berperan sebagai penyusun laporan keuangan. Fungsi penyusun laporan keuangan ini berbeda dengan fungsi akuntan publik sebagai penguji laporan keuangan. Akuntan publik tidak harus independen dalam menjalankan fungsi yang pertama, sedangkan untuk fungsi yang kedua  akuntan publik hams senantiasa mempeiïahankan sikap mental independen.

Norma­norma tersebut diatas berkaìtan erat dengan konsep­konsep dalam pemeríksaan
akuntan :
1. Norma umum berkaitan dengan konsep independensi, etika perilaku dan pelaksanaan pemeriksaan yang hati-hati.
2. Norma pelaksanaan berkaitan dengan konsep bukti
3. Norma pelaporan berkaitan dengan konsep penyajian yang wajar.


Norma pemeríksaan akuntan dalam perkembangannya mengalami banyak kritik, terutama
dalam 2 hal:
a. Norma-norma tidak cukup spesifik
b. Norma-nonna tidak dapat mengkover perkembangan yang terjadi dalam pelayanan akuntan.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, pada tahun 1986 dikeluarkan “Attestation  Standars” yang merupakan pengembangan dati norma yang sebelumnya.

http://dhefriani27.wordpress.com/2011/11/14/hubungan-kode-etik-dengan-norma-pemeriksaan-akuntansi-2/