The Foods and Beverages Merchants in
Jabodetabek Lost Their Income Until Rp 200 billion
Bad
weather that hit several regions in Indonesia is large enough to impact the
food and beverage industry in this country. For only the Jabodetabek area, the
floods predicted suppress the turnover to 25 percent.
Chairman
of the Food and Beverage Association of Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman
explained, a decrease of revenue is due to the difficulty of the distribution
of products from the factory to the market because of the flooding block. Thus,
it spreads on the decline in consumption.
As
an overall result, Adhi estimated the food and beverage industry in Jabodetabek
lost the income until Rp 200 billion per day. “In the normal situation, the
income in each day for this region reached USD 800 billion,” he said on Tuesday
(01/21/2014).
It
is not only the distribution to the consumer, food and beverage manufacturers
must also bear the losses due to the distribution of raw materials from the
another region which also faltered.
For
example, the transportation of fresh fruit and meat from Central Java,
currently takes up to four days. Though, it usually takes only a half day.
“Whereas within five days, the fresh raw materials will rot in about 50
percent” he said.
It
hasn’t counted yet the losses because the factory could not be operated due to
workers who could not get in because of flooding, or because there is no
electricity supply due to outages by PLN in some areas.
Despite
the losses is in sight, according to Adhi, manufacturers of foods and beverages
will not raise their selling prices. Because this problem is only temporary.
Makanan dan Minuman Pedagang di Jabodetabek Kehilangan
Penghasilan mereka Sampai Rp 200 miliar
Cuaca buruk yang melanda beberapa daerah di Indonesia sudah cukup untuk mempengaruhi industri makanan dan minuman di negeri ini besar. Untuk hanya area Jabodetabek, banjir diprediksi menekan omset hingga 25 persen.
Ketua Asosiasi Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menjelaskan, penurunan pendapatan ini disebabkan sulitnya distribusi produk dari pabrik ke pasar karena blok banjir. Dengan demikian, menyebar pada penurunan konsumsi.
Sebagai hasil keseluruhan, Adhi memperkirakan industri makanan dan minuman di Jabodetabek kehilangan pendapatan hingga Rp 200 miliar per hari. "Dalam situasi normal, pendapatan setiap hari untuk daerah ini mencapai Rp 800 miliar," katanya, Selasa (2014/01/21).
Hal ini tidak hanya distribusi ke produsen konsumen, makanan dan minuman juga harus menanggung kerugian akibat distribusi bahan baku dari daerah lain yang juga tersendat.
Misalnya, transportasi buah segar dan daging dari Jawa Tengah, saat ini memakan waktu sampai empat hari. Padahal, biasanya hanya memakan waktu setengah hari. "Padahal dalam waktu lima hari, bahan baku segar akan membusuk di sekitar 50 persen" katanya.
Itu belum dihitung namun kerugian karena pabrik tidak bisa beroperasi karena pekerja yang tidak bisa masuk karena banjir, atau karena tidak ada pasokan listrik karena pemadaman oleh PLN di beberapa daerah.
Meskipun kerugian sudah di depan mata, menurut Adhi, produsen makanan dan minuman tidak akan menaikkan harga jual mereka. Karena masalah ini hanya sementara.
Cuaca buruk yang melanda beberapa daerah di Indonesia sudah cukup untuk mempengaruhi industri makanan dan minuman di negeri ini besar. Untuk hanya area Jabodetabek, banjir diprediksi menekan omset hingga 25 persen.
Ketua Asosiasi Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menjelaskan, penurunan pendapatan ini disebabkan sulitnya distribusi produk dari pabrik ke pasar karena blok banjir. Dengan demikian, menyebar pada penurunan konsumsi.
Sebagai hasil keseluruhan, Adhi memperkirakan industri makanan dan minuman di Jabodetabek kehilangan pendapatan hingga Rp 200 miliar per hari. "Dalam situasi normal, pendapatan setiap hari untuk daerah ini mencapai Rp 800 miliar," katanya, Selasa (2014/01/21).
Hal ini tidak hanya distribusi ke produsen konsumen, makanan dan minuman juga harus menanggung kerugian akibat distribusi bahan baku dari daerah lain yang juga tersendat.
Misalnya, transportasi buah segar dan daging dari Jawa Tengah, saat ini memakan waktu sampai empat hari. Padahal, biasanya hanya memakan waktu setengah hari. "Padahal dalam waktu lima hari, bahan baku segar akan membusuk di sekitar 50 persen" katanya.
Itu belum dihitung namun kerugian karena pabrik tidak bisa beroperasi karena pekerja yang tidak bisa masuk karena banjir, atau karena tidak ada pasokan listrik karena pemadaman oleh PLN di beberapa daerah.
Meskipun kerugian sudah di depan mata, menurut Adhi, produsen makanan dan minuman tidak akan menaikkan harga jual mereka. Karena masalah ini hanya sementara.